DINI KUSMANA MASSABUAUPertunjukan wayang kulit dengan dalang Purbo Asmoro di Paris berlangsung selama 4 hari di Theatre de Soleil-Cartoucherie.
KOMPAS.com - Indonesia saat ini memang boleh bangga, namanya di Perancis sedang naik daun! Menjadi lirikan para pengusaha Eropa untuk berbisnis sampai hebohnya pembelian pesawat Airbus dalam jumlah besar oleh sebuah perusahaan penerbangan Tanah Air di media massa Perancis. Sampai-sampai, saat saya berbicara dengan beberapa penonton Perancis di pertunjukan wayang kulit, mereka langsung berkomentar, wah hebat ya!
Indonesia sekarang sedang naik perekonomiannya. Meskipun dalam hati saya kadang dibuat miris dengan berita yang saya dengar dari tanah air. Namun ada rasa bangga juga, sesekali dikenal datang dari negara yang berkembang. Maklum selama ini saya selalu dianggap datang dari negara miskin.
Tapi kali ini yang saya ingin ceritakan adalah kesuksesan yang diraih rombongan wayang kulit yang dipimpin oleh dalang terkemuka Purbo Asmoro.
Kedatangan rombongan wayang kulit itu dalam rangka ‘festival de l’imaginaire’. Di mana beberapa pertunjukan yang datang dari beberapa negara melakukan performasi mereka di Paris. Dari Indonesia, wayang kulitlah yang ditampilkan. Kejutan hebat!
Sejak hari pertama acara dimulai, pengunjung sangat padat. Hari Rabu (20/3/2013) pukul 15.00, pertunjukan wayang kulit yang banyak didatangi khususnya oleh keluarga, membuat para bocah hingga remaja Perancis dibuat terpesona!
Layar putih yang diterangi oleh lampu kecil membuat bayangan ukiran pohon, tokoh perwayangan menjadi hidup dimainkan oleh dalang. Sesuatu yang membuat penonton terpukau.
Yang saya kagum adalah, justru anak-anak sekitar usia 3 sampai 5 tahun inilah yang dengan antusiasnya, mengikuti pertunjukan wayang kulit yang berlangsung selama 2 jam. Mereka diperbolehkan untuk naik turun panggung, melihat dari dekat bagaimana dalang tersohor Purbo Asmoro, memainkan para tokoh wayang kulitnya dengan suara yang berubah-ubah.
Alat musik gamelan dan pesinden Ibu Suyatmi yang melengking dengan eloknya, tidak hanya membuat anak-anak saja yang dibuat terpaku namun beberapa pengunjung dewasa pun sampai dibuat penasaran, dan ikutan naik panggung untuk melihat secara langsung dibalik layar.
Hari kedua, pertunjukan wayang kulit dimulai pukul 20.00. Rombongan wayang kulit itu, terdiri dari Purbo Asmoro, sebagai dalang. Purbo yang lahir pada 1961 dan yang pertama meraih gelar kesarjanaan (alumni Universitas Gajah Mada) dan juga merangkap sebagai dalang, memiliki aktivitas rutin sebagai dosen di Institut Seni Indonesia di Solo.
Nama dalang Purbo Asmoro sudah menghiasi dunia kesenian internasional. Amerika Serikat, Inggris, Australia, Jepang dan negara asia lainnya sudah didatanginya untuk menggelar pertunjukan wayang kulit.
Ada pun para pemain dan penabuh gamelan yang membuat musik menambah apiknya sebuah perjalanan kisah ‘Dewa Ruci, perjalanan spiritual Bima’, adalah Rahayu Supanggah, Sri Eko Widodo, Suyatmi (pesinden), Joko Purwanto, Sukamso Gondodarsono, Supardi Atmo Sukarto, Suraji, Hadi Boediono, Sri Joko Raharjo, Robertus B Soewarno, Singgih Sri Cundamanik, Kuwat.
Dan yang menarik adalah seorang penerjemah Kahryn Emerson, yang langsung menerjemahkan dialog kepada penonton lewat layar khusus.
Rupanya Kamis (21/3/2013) malam pun pertunjukan kembali penuh. Penonton yang datang adalah masyarakat Perancis. Saya melihat beberapa orang indonesia, yang hadir sebagai tamu undangan. Selebihnya mereka yang datang karena antusias dan ketertarikan ingin menyaksikan wayang kulit, itulah yang membuat saya bangga.
Mereka dengan antusias membayar sebesar 22 euros harga tiket pertunjukan. Dan tentunya mereka yang membeli tiket tersebut datang karena rasa penasaran dan memang ingin melihat secara langsung pertunjukan wayang di balik layar.
Beberapa penonton hadir karena pernah datang ke Indonesia dan pernah menyaksikan pertunjukan wayang kulit di Jawa. Bisa melihat kembali pertunjukan wayang kulit bagaikan bernostalgia bagi mereka.
Selebihnya mengaku datang karena rasa penasaran dengan kesenian Indonesia dan karena tak ingin melewatkan kesempatan emas bisa secara langsung melihat pertunjukan dari dalang terkemuka dengan rombongannya.
Pertunjukan wayang kulit di Paris berlangsung selama 4 hari itu di sebuah di ‘Théâtre de Soleil-Cartoucherie’. Di mana di arena Cartoucherie ini terdapat beberapa teater besar dan sangat unik.
Saat memasuki kawasan Cartocherie tersebut bangunan dari teater-teater ini saja sudah membuat pengunjung yang hadir langsung terbawa suasana. Gambaran yang saya tangkap adalah sebuah taman luas dengan hadirnya beberapa bangunan, yang digunakan sebagai teater. Misalnya, Théâtre du Soleil, tempat wayang kulit berlangsung, memiliki atap menjulang dengan palang-palang besi, bagaikan sebuah markas militer.
Memang dulunya Cartoucherie ini adalah sebuah pabrik senjata lengkap dengan pembuatan bubuk bagi pelurunya. Sejak 1970 oleh Ariane Mnouchkine pabrik ini diambil alih dan dibuat menjadi tempat teater di mana dirinya bekerja sama dengan Philippe Léotard yang merupakan pendiri théâtre du soleil sejak 1964.
Teater yang indah memang sudah membuat daya tarik tersendiri. Kami pun diberikan sebuah informasi tertulis yang menerangkan secara lengkap tentang tradisi wayang kulit, gamelan yang mengiringinya, terbaginya 3 bagian dari pertunjukan yang berlangsung, dan masih banyak lainnya yang jujur baru saya ketahui justru saat itu.
Ada rasa malu di hati karena pengetahuan saya baru bertambah bersamaan dengan para penonton Perancis. Sebelum acara dimulai seorang panitia menerangkan jalannya pertunjukan, dan apakah wayang kulit itu bagi tradisi Indonesia khususnya Jawa.
Ketika dia menerangkan, penonton diperbolehkan naik turun panggung untuk melihat secara langsung di balik layar. Hal yang membuat pengunjung tentu saja sangat gembira mendapatkan kesempatan tersebut. Sayangnya, panitia melarang keras pengambilan gambar atau foto meskipun tak menggunakan flash. Saya pun termasuk yang dibuat kecewa...
Hingga hari Jumat, sambutan penonton selalu sama, antusias dan menyimak dengan penuh perhatian. Sabtu adalah puncak acara dari pergelaran wayang kulit. Kali itu tidak tanggung-tanggung, pertunjukan semalam suntuk dengan kisah runtuhnya kerajaan Kaurawa dimainkan dalang. Dan pengunjung tetap saja penuh!
Beberapa penonton datang bersama anak-anak. Memang ada juga beberapa penonton yang pergi meninggalkan acara sebelum usai. Selebihnya bertahan dan terus menikmati acara hingga selesai. Sesuatu yang patut dibanggakan.
Inilah untuk pertama kalinya pengunjung Perancis menyaksikan sebuah pertunjukan tradisional semalam suntuk. Tentu saja saya merasa sangat tersentuh dengan antusias dari para pencinta seni Perancis. Dan lebih tersentuh sehari setelah pertunjukan pertama, berita tentang pertunjukan wayang kulit ini muncul di beberapa media massa Perancis, dengan judul pertunjukan spektakuler dari tradisi kuno jawa. (DINI KUSMANA MASSABUAU)
Tapi kali ini yang saya ingin ceritakan adalah kesuksesan yang diraih rombongan wayang kulit yang dipimpin oleh dalang terkemuka Purbo Asmoro.
Kedatangan rombongan wayang kulit itu dalam rangka ‘festival de l’imaginaire’. Di mana beberapa pertunjukan yang datang dari beberapa negara melakukan performasi mereka di Paris. Dari Indonesia, wayang kulitlah yang ditampilkan. Kejutan hebat!
Sejak hari pertama acara dimulai, pengunjung sangat padat. Hari Rabu (20/3/2013) pukul 15.00, pertunjukan wayang kulit yang banyak didatangi khususnya oleh keluarga, membuat para bocah hingga remaja Perancis dibuat terpesona!
Layar putih yang diterangi oleh lampu kecil membuat bayangan ukiran pohon, tokoh perwayangan menjadi hidup dimainkan oleh dalang. Sesuatu yang membuat penonton terpukau.
Yang saya kagum adalah, justru anak-anak sekitar usia 3 sampai 5 tahun inilah yang dengan antusiasnya, mengikuti pertunjukan wayang kulit yang berlangsung selama 2 jam. Mereka diperbolehkan untuk naik turun panggung, melihat dari dekat bagaimana dalang tersohor Purbo Asmoro, memainkan para tokoh wayang kulitnya dengan suara yang berubah-ubah.
Alat musik gamelan dan pesinden Ibu Suyatmi yang melengking dengan eloknya, tidak hanya membuat anak-anak saja yang dibuat terpaku namun beberapa pengunjung dewasa pun sampai dibuat penasaran, dan ikutan naik panggung untuk melihat secara langsung dibalik layar.
Hari kedua, pertunjukan wayang kulit dimulai pukul 20.00. Rombongan wayang kulit itu, terdiri dari Purbo Asmoro, sebagai dalang. Purbo yang lahir pada 1961 dan yang pertama meraih gelar kesarjanaan (alumni Universitas Gajah Mada) dan juga merangkap sebagai dalang, memiliki aktivitas rutin sebagai dosen di Institut Seni Indonesia di Solo.
Nama dalang Purbo Asmoro sudah menghiasi dunia kesenian internasional. Amerika Serikat, Inggris, Australia, Jepang dan negara asia lainnya sudah didatanginya untuk menggelar pertunjukan wayang kulit.
Ada pun para pemain dan penabuh gamelan yang membuat musik menambah apiknya sebuah perjalanan kisah ‘Dewa Ruci, perjalanan spiritual Bima’, adalah Rahayu Supanggah, Sri Eko Widodo, Suyatmi (pesinden), Joko Purwanto, Sukamso Gondodarsono, Supardi Atmo Sukarto, Suraji, Hadi Boediono, Sri Joko Raharjo, Robertus B Soewarno, Singgih Sri Cundamanik, Kuwat.
Dan yang menarik adalah seorang penerjemah Kahryn Emerson, yang langsung menerjemahkan dialog kepada penonton lewat layar khusus.
Rupanya Kamis (21/3/2013) malam pun pertunjukan kembali penuh. Penonton yang datang adalah masyarakat Perancis. Saya melihat beberapa orang indonesia, yang hadir sebagai tamu undangan. Selebihnya mereka yang datang karena antusias dan ketertarikan ingin menyaksikan wayang kulit, itulah yang membuat saya bangga.
Mereka dengan antusias membayar sebesar 22 euros harga tiket pertunjukan. Dan tentunya mereka yang membeli tiket tersebut datang karena rasa penasaran dan memang ingin melihat secara langsung pertunjukan wayang di balik layar.
Beberapa penonton hadir karena pernah datang ke Indonesia dan pernah menyaksikan pertunjukan wayang kulit di Jawa. Bisa melihat kembali pertunjukan wayang kulit bagaikan bernostalgia bagi mereka.
Selebihnya mengaku datang karena rasa penasaran dengan kesenian Indonesia dan karena tak ingin melewatkan kesempatan emas bisa secara langsung melihat pertunjukan dari dalang terkemuka dengan rombongannya.
Pertunjukan wayang kulit di Paris berlangsung selama 4 hari itu di sebuah di ‘Théâtre de Soleil-Cartoucherie’. Di mana di arena Cartoucherie ini terdapat beberapa teater besar dan sangat unik.
Saat memasuki kawasan Cartocherie tersebut bangunan dari teater-teater ini saja sudah membuat pengunjung yang hadir langsung terbawa suasana. Gambaran yang saya tangkap adalah sebuah taman luas dengan hadirnya beberapa bangunan, yang digunakan sebagai teater. Misalnya, Théâtre du Soleil, tempat wayang kulit berlangsung, memiliki atap menjulang dengan palang-palang besi, bagaikan sebuah markas militer.
Memang dulunya Cartoucherie ini adalah sebuah pabrik senjata lengkap dengan pembuatan bubuk bagi pelurunya. Sejak 1970 oleh Ariane Mnouchkine pabrik ini diambil alih dan dibuat menjadi tempat teater di mana dirinya bekerja sama dengan Philippe Léotard yang merupakan pendiri théâtre du soleil sejak 1964.
Teater yang indah memang sudah membuat daya tarik tersendiri. Kami pun diberikan sebuah informasi tertulis yang menerangkan secara lengkap tentang tradisi wayang kulit, gamelan yang mengiringinya, terbaginya 3 bagian dari pertunjukan yang berlangsung, dan masih banyak lainnya yang jujur baru saya ketahui justru saat itu.
Ada rasa malu di hati karena pengetahuan saya baru bertambah bersamaan dengan para penonton Perancis. Sebelum acara dimulai seorang panitia menerangkan jalannya pertunjukan, dan apakah wayang kulit itu bagi tradisi Indonesia khususnya Jawa.
Ketika dia menerangkan, penonton diperbolehkan naik turun panggung untuk melihat secara langsung di balik layar. Hal yang membuat pengunjung tentu saja sangat gembira mendapatkan kesempatan tersebut. Sayangnya, panitia melarang keras pengambilan gambar atau foto meskipun tak menggunakan flash. Saya pun termasuk yang dibuat kecewa...
Hingga hari Jumat, sambutan penonton selalu sama, antusias dan menyimak dengan penuh perhatian. Sabtu adalah puncak acara dari pergelaran wayang kulit. Kali itu tidak tanggung-tanggung, pertunjukan semalam suntuk dengan kisah runtuhnya kerajaan Kaurawa dimainkan dalang. Dan pengunjung tetap saja penuh!
Beberapa penonton datang bersama anak-anak. Memang ada juga beberapa penonton yang pergi meninggalkan acara sebelum usai. Selebihnya bertahan dan terus menikmati acara hingga selesai. Sesuatu yang patut dibanggakan.
Inilah untuk pertama kalinya pengunjung Perancis menyaksikan sebuah pertunjukan tradisional semalam suntuk. Tentu saja saya merasa sangat tersentuh dengan antusias dari para pencinta seni Perancis. Dan lebih tersentuh sehari setelah pertunjukan pertama, berita tentang pertunjukan wayang kulit ini muncul di beberapa media massa Perancis, dengan judul pertunjukan spektakuler dari tradisi kuno jawa. (DINI KUSMANA MASSABUAU)
0 comments:
Post a Comment