English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Doughlas Purba

Misteri Pendakian KaraKoram

Written By Unknown on Thursday, 28 March 2013 | 01:00:00


INSIDEN PENDAKIAN
Pendaki Gunung Tewas di Puncak K2
SEBUAH media Spanyol, kemarin, melaporkan sejumlah pendaki gunung tewas atau hilang di puncak K2 di wilayah pegunungan Himalaya. Demikian diungkapkan harian Basque, Gara, mengutip pernyataan pendaki gunung asal Basque, Alberto Zerain, yang berhasil selamat. Basque merupakan daerah otonomi yang berada di wilayah Kerajaan Spanyol. Zerain mengatakan ia berhasil mencapai puncak K2 pada Jumat (1/8 ) malam. Namun, longsor salju menyerang 11 dari 18 pendaki gunung yang tergabung dalam sebuah ekspedisi internasional yang berupaya menaklukkan puncak tertinggi kedua di dunia setelah Gunung Everest tersebut. Menurut laporan harian Gara, Zerain menyatakan belum mengetahui jumlah pasti korban tewas.
Akan tetapi, beberapa media Spanyol mengatakan sedikitnya empat pendaki tewas. Para pendaki yang turut dalam ekspedisi berasal dari Korea Selatan, Pakistan, Nepal, Belanda, dan Italia. Laporan mengenai insiden tersebut sendiri, kata sejumlah media, masih simpang siur. Puncak K2 terletak di perbatasan antara Pakistan dan China, dan terkenal sulit untuk ditaklukkan. Pola cuaca di wilayah Karakorum, lokasi puncak K2, kerap berubah.
Di Gunung K2 Hilang Berarti Mati
HELIKOPTER Angkatan Darat Pakistan berputar-putar di atas lereng puncak Gunung K2. Helikopter itu mencari lokasi yang diperkirakan menjadi kuburan bagi setidaknya sebelas pendaki gunung yang mengalami insiden dalam pendakian gunung kedua tertinggi di dunia.
“Alhamdulillah, operasi penyelamatan telah dimulai,” ujar Kapten Angkatan Darat Pakistan Azeemullah Baig dari base camp K2 di pegunungan Himalaya. Kemarin, pencarian dan penyelamatan 18 pendaki yang terjebak longsoran salju pada Jumat (1/8), memang telah dimulai.
Dua pendaki asal Belanda berhasil diangkut ke base camp dan dilarikan ke rumah sakit di Pakistan. Upaya pencarian dan penyelamatan masih terus berlanjut. Sementara itu, cuaca tidak bersahabat di sekitar puncak K2 terus mengintai. Sebelas pendaki gunung telah dipastikan tewas. Sebagian tewas saat dalam perjalanan menuju puncak. Sebagian tewas terkubur longsoran salju. Sebagian lagi tewas karena tidak kuasa menahan cuaca yang membekukan dan kekurangan oksigen.
Peluang bertahan hidup di tengah kondisi ekstrem pada ketinggian 8.611 meter atau sering disebut ‘Zona Kematian’ sangat kecil. Pendaki Pat Falvey mengatakan cuaca membekukan dan oksigen yang terbatas di Zona Kematian menyebabkan suhu tubuh pendaki tidak mungkin pulih.
“Di puncak K2, hilang berarti mati,” kata salah seorang pendaki gunung paling berpengalaman di Pakistan, Sher Khan. Longsoran salju mengubur tali pengaman yang digunakan para pendaki guna membantu mereka saat menuruni puncak K2. Juru bicara tim pendaki Michel Schuurman, seperti dikutip jaringan televisi CNN, mengatakan para pendaki yang selamat dari longsoran salju harus menuruni puncak tanpa tali pengaman. “Mereka harus menuruni gunung tanpa tali pengaman dan kami tahu beberapa pendaki terperosok dan keberadaannya tidak diketahui,” papar Schuurman. Tiga pendaki asal Korea dan dua pendaki Nepal tewas seketika saat tertimbun longsoran salju. Sisanya terjebak di atas jurang dalam yang dinamakan Leher Botol. “Siapa pun yang dihantam longsoran salju di atas Leher Botol akan tersapu ke Lereng Selatan, dan tidak mungkin untuk menemukan mereka,” kata Khan. Seorang pendaki asal Swedia yang berhasil selamat, Fredrik Strang, menuturkan bagaimana rekan-rekannya mati kedinginan ketika malam. Strang mengaku berfirasat buruk saat dua rekannya dari Serbia dan Pakistan tewas dalam perjalanan menuju puncak K2.
Lebih dari 70 pendaki telah tewas di puncak K2. Jika dibandingkan Puncak Everest, K2 lebih sulit untuk ditaklukkan. Khan mengatakan risiko kian bertambah jika pendakian dilakukan tim-tim kecil yang mendaki secara bersamaan. “Orang-orang tidak belajar dari masa lalu. Mereka berpikir akan lebih mudah mencapai puncak jika tim-tim kecil digabungkan. Pada akhirnya, inilah yang terjadi,” katanya. Hal yang sama juga diungkapkan mantan rekan mendaki Khan dari Italia, Reinhold Messner. “Mereka orang-orang kuat, tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mereka tidak tahu harus bagaimana saat situasi darurat, saat kehilangan tali, saat cuaca buruk,” kata Messner. Para pendaki diperkirakan terkena ‘Demam Puncak,’ dipicu keinginan menggebu untuk mencapai puncak tanpa menghiraukan kondisi alam. Kesebelas pendaki yang telah dipastikan tewas terdiri atas tiga pendaki Korea, dua dari Nepal, dua dari Pakistan, masing-masing seorang dari Prancis, Serbia, Norwegia, dan Irlandia.
Gunung Gaib bernama K2
Setiap tahun, Everest menarik perhatian seluruh dunia. Para pendaki memanjat gunung tertinggi di dunia dengan dilihat langsung oleh jutaan orang yang mengikuti perjalanan mereka lewat internet.
Selagi Everest ditutup, sekitar akhir bulan Mei, kisah yang lain terjadi. Kisah ini mengenai musim pendakian Karakorum di Pakistan dan China, yang biasanya lepas dari mata media internasional, pendaki-pendaki papan atas dunia berkumpul di sini pada bulan Juni dan Juli untuk mendaki puncak-puncak bersalju tersulit. Dan mahkota dari semua puncak itu bernama K2.
Gunung Biadab yang paling diingini oleh setiap pendaki
Dijuluki “Gunung Biadab” atau “Gunung Para Pendaki” – K2 di Karakoram adalah puncak tertinggi kedua di muka bumi dan termasuk tiga puncak tersulit di dunia. Dengan puncak setinggi 8 661 meter (28 250 kaki) dan cuaca yang lebih dingin dan lebih sulit diramalkan dari Everest, mencapai puncak K2 dan turun kembali dengan selamat adalah mimpi setiap pendaki veteran.
K untuk Karakoram
K adalah singkatan dari Karakoram dan K2 pertama kali dipuncaki pada 31 Juli 1941. Dan semenjak itu, termasuk hasil minggu kemarin sebanyak 15 kali, total ada sekitar 285 kali dipuncaki (bandingkan dengan 344 kali untuk Everest hanya pada musim semi lalu, dari total ribuan kali) Jika termasuk 11 korban jiwa saat ini, 77 pendaki telah tewas di K2, tiga puluh satu orang saat turun dari puncak. Dalam hal jumlah korban jiwa, K2 adalah gunung maut urutan ketiga di dunia, setelah Nanga Parbat dan Annapurna, meskipun statistik terakhir bisa jadi merubah urutannya.
Statistik K2 untuk pendaki perempuan benar-benar darmatis. Malah ada yang bilang K2 adalah kutukan untuk perempuan. Dari 12 orang perempuan yang mencapai puncaknya, tiga orang tewas saat turun dan dua orang lagi tewas di puncak 8 000 meter lainnya.
Shangri-La dari rasa takut
Berada di tengah-tengah surga yang terpencil, K2 dianggap bagian dari Shangri-La fiksi yang ditulis oleh James Hilton dalam buku Lost Horizon. Walaupun berbahaya gunung ini terus menarik pendaki ke lereng cadasnya yang gelap kelabu. Gunung ini adalah rasa takut yang amat sangat yang harus dihadapi dan ditaklukan oleh para pendaki yang menginginkan pencapaian. Mendaki Everest, menjadikan anda pendaki kelas dunia, memuncaki K2 menjadikan anda pendaki sejati diantara para pendaki.
Sejarah darah dan kejayaan – K2 100 tahun lalu
Percobaan pendakian pertama K2 adalah pada tahun 1902. Salah seorang anggota ekspedisi neraka ini adalah ‘manusia paling jahat di dunia’ sekaligus seorang pendaki yang ulet Crowley. Dia tercatat telah melakukan berbagai pendakian solo yang penting di West Alps, diantaranya adalah pendakian pertama. Hanya dalam waktu beberapa tahun dia melaju dengan cepat ke papan atas dunia persilatan cukup untuk membuat iri hati para pendekar senior.
Setelah membuat sakit hati hampir seluruh anggota dunia persilatan pada pergantian abad ke-20 termasuk melepaskan beberapa ‘serangan’. Crowley meninggalkan kampung halamannya di London. Seorang pendaki berbakat menemukan jalannya menuju ekspedisi K2.
Pertanda Buruk
Pertanda buruk pada pendakian pertama ke K2 adalah penangkapan Eckenstein, sang pemimpin ekspedisi. Rumor yang beredar, musuh lama Eckenstein, dia lah William Conway, yang kemudian menjadi ketua Alpine Club, mengatur penahanannya di Kashmir.
Tiga minggu kemudian Eckenstein dibebaskan dan bergabung dengan teamnya di base camp hanya untuk bertengkar mengenai rute pendakian. Crowley yang kurang ajar sekaligus ajaib menginginkan pendakian lewat Punggungan Tenggara tetapi team memutuskan pendakian Puncak Timur Laut. Ternyata, Crowley benar, team harus turun pada ketinggian 6 000 meter. Untuk menegaskan pendapatnya saat didera frustasi karena kegagalan, Crowley mencabut sebuah revolver dan mengancam beberapa anggota team. Ekspedisi disusun ulang dan pendakian kedua direncanakan.
Kembali dari udara tipis menuju kabut heroin
Percobaan pendakian kedua, kali ini melalui saddle antara K2 dan Skyang Kangri ( Sans: Tangga ke Puncak, 7 544 m), yang merupakan balas dendam bagi Crowleys dan skill mountaineringnya yang memang di atas rata-rata. Sementara pendaki lain menderita karena pulmonary edema, Crowley adalah satu-satunya orang yang memberi keputusan dan memerintahkan untuk turun gunung membawa mereka yang sakit. Keputusan ini menyelamatkan nyawa mereka, tetapi membuat team tidak berhasil mencapai puncak. Setelah ekspedisi, Crowley jatuh ke dalam pelukan heroin. Kelakuannya yang aneh menjadi semakin ajaib dan prilaku serta tingkah lakunya dari hari ke hari menjadi semakin parah.
Suatu hari dia bilang bahwa istrinya adalah seekor kelelawar, Crowley memaksanya untuk tidur di kamar mandi dengan kaki diikat ke atas semalaman. Bagaimana pun sampai akhir hayatnya, Aleister Crowley, adalah bagian dari sejarah pendakian, dan termasuk sedikit orang yang pernah mencoba mendaki K2 untuk pertama kalinya.
Korban Pertama
Pada tahun 1939 pendaki legendaris, Frits Wiessner, memimpin sebuah ekspedisi yang naas ke K2. Wiessner, seorang Amerika terlahir di Dresden, hanya 200 meter dari puncak ketika dipaksa untuk turun. Tragedi dan kelelahan menimpa ekspedisi ini dan Wiessner tidak pernah punya kesempatan lagi untuk mencapai puncak.
Dari lima belas anggota team tergerus menjadi hanya lima orang saat mencapai Camp VII, yaitu Wiessner, Dudley Wolfe, seorang jutawan yang juga penggila memanjat dan berlayar, serta tiga orang sherpa. Tiga hari kemudian, hanya tersisa Wiessner dan Pasang Dawa Lama. Mereka mencapai ketinggian 8 380 meter, sebelum turun, Hanya 200 meter dari puncak, Pansang tiba-tiba menjadi takut akan bangkitnya amarah dewa gunung dan menolak untuk melanjutkan perjalanan.
Pasang memohon untuk balik ke camp dan mencobanya besok hari. Saat turun menuju camp, kedua orang tersebut kehilangan crampon, malam merubah salju menjadi es dan usaha mendaki keesokan harinya tak membuahkan hasil. Kekecewaan yang taktertahankan, tapi ini bukan lah akhir dari cerita.
Camp-camp yang kosong
Sesampai di Camp VII Wiessner dan Pasang mendapati Wolfe sendirian, tanpa perbekalan dan sakit berat. Kemudian mereka melakukan perjalanan turun dari camp ke camp tanpa menemukan para pendaki yang lain mau pun perbekalannya. Wolfe sudah sangat lemah untuk melanjutkan perjalanan, dia ditinggalkan di tenda, sementara yang lain turun mencari bantuan. Team rescue dibentuk di base camp tapi hanya satu orang yang kembali. Wolfe dan tiga orang sherpa dinyatakan hilang, mereka adalah korban pertama K2.
Jika Fritz Wiessner saat itu mencapai puncak, dia akan menjadi orang pertama yang menjejakan kakinya di puncak dengan ketinggian 8000 meter lebih, delapan tahun sebelum Annapurna sukses dipuncaki. Juga akan menjadi orang yang memuncaki gunung tertinggi nomor dua di dunia tanpa tabung oksigen, sebuah pencapaian yang empat puluh tahun melampaui jamannya.
Keabadian yang hilang dalam sekejap
Sebagaimana yang pernah ditulis oleh Wiessner, “Bisa jadi yang ditawarkan kepadamu dalam sekejap adalah keabadian dan tidak akan pernah terulang lagi.” Walau pun kekecewaannya bisa dipahami namun apa yang telah dicapainya bukan tanpa arti dan selamanya tercatat di buku besar sejarah mountaineering.
Fritz Wiessner adalah penemu dan perintis Shawangunks, bersama Hans Kraus. Dia juga melakukan pendakian pertama ke Mt. Waddington, bersama Bill House pada tahun 1936. Juga pendakian pertama Devil’s Tower tahun 1937.
K2 lima puluh tahun lalu – sebuah kontroversi
Setelah beberapa kali usaha pendakian yang gagal, K2 akhirnya berhasil dipuncaki pada tahun 1954 oleh orang Itali bernama Lino Lacedelli dan Achille Compagnoni. Walau pun setelah itu ada simpang siur mengenai apa yang terjadi pada pemanjatan pertama ini.
Awal bulan Juni tahun 1954 sebuah team kurang lebih dua belas orang meninggalkan sebuah camp di ketinggian 4 000 meter. Akhir bulan Juli empat orang berhasil mencapai camp VII, sekitar 200 meter dari puncak. Pendakian final dilakukan oleh Lino dan Achille dan berhasil tanpa tabung oksigen…paling tidak begitu menurut kabar resmi.
Dua orang yang menunggu di camp VII, mereka adalah Walter Bonatti, 24 th saat itu, dan porter Hunza, bernama Mahdi, mereka ditugaskan untuk membawa tabung oksigen. Menurut cerita Bonatti, -dia adalah orang yang pertama kali mendaki Gasherbrum IV tahun 1958-, dia dan Mahdi tidak bisa mensuplai tabung oksigen kepada dua pendaki utama karena cuaca buruk dan gelap. Lalu, atas instruksi Lino, mereka diminta untuk meninggalkan tabung oksigen dan bersiap-siap untuk turun.
Cuaca buruk lah yang memaksa pemanjat muda ini dan porter lokalnya untuk segera meninggalkan camp di tengah salju, sementara kedua pendaki utamanya tidak memberikan bantuan, bahkan tidak membolehkan mereka untuk tetap di tenda.
Kehinaan
Nama-nama mereka yang berhasil mencapai puncak tidak dipublikasikan sampai ekspedisi pulang ke negaranya. Akhirnya, ketika diumumkan, Lino dan Achille dirayakan sebagai pahlawan nasional. Perayaan terhenti sepuluh tahun kemudian, ketika sebuah koran Italia menuduh bahwa Bonatti mencuri tabung oksigen dan melakukan pendakian solo mendahului Lino dan Achille.
Bonatti menggugat balik atas pencemaran nama baik dan dia menang, tetapi dia diasingkan oleh komunitas pemanjat. Bonati, sebagai pemanjat membalas dengan caranya sendiri: pemanjatan solo, pendakian perintis, jalur teknis baru di seluruh dunia, metode dan perencanaan pemanjatan yang lebih elegan, Bonatti membuktikan tanpa ada bayangan keraguan, bahwa dia adalah salah satu pemanjat terbaik pada jamannya, bahkan sepanjang sejarah climbing, sampai dia mengundurkan diri dari mountaineering tahun 1965.
Bonatti kemudian menerbitkan buku “The Mountains of My Life, sebuah autobiografi yang juga menceritakan ekspedisi tahun 1954. Di buku ini Bonatti menyampaikan bukti bahwa dia tidak bersalah, termasuk sebuah foto, Lino dan Achille mengenakan masker oksigen di puncak.
Penebusan
50 tahun setelah ekspedisi tahun 1954 ke K2, Lino Lacedelli yang sudah sangat sepuh – yang selama ini hanya diam- tidak sanggup menutupi kebenaran hingga liang lahat. Dalam sebuah buku yang diterbitkan tahun 2006, dia bersaksi apa yang sesungguhnya terjadi di K2, yang kemudian merubah sejarah. Lino juga memanggil Bonatti untuk meminta maaf, tetapi sang pemanjat tidak bersedia menanggapi. “Sudah terlambat,” katanya.
Sumber : http://fietha.wordpress.com

0 comments:

Post a Comment