English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Doughlas Purba

Emas Merah di Ujung Tanduk

Written By Unknown on Wednesday, 27 March 2013 | 22:12:00



Pembalakan liar nyaris melalap semua mahoni Peru.

OLEH SCOTT WALLACE
FOTO OLEH ALEX WEBB
Mahoni adalah pohon tercantik di Amazon. Ia menjulang megah, menerobos kanopi hutan. Pola kayunya yang merah dan indah, serta daya tahannya, menjadikan pohon ini sebagai salah satu bahan bangunan yang paling dicari di Bumi, disukai oleh para pengrajin ulung, dan digunakan sebagai lambang kekayaan dan kekuasaan.

Sebatang pohon dapat menghasilkan ratusan juta rupiah di pasar internasional, pada saat produk akhir­nya mencapai lantai ruang pameran di Amerika Serikat atau Eropa. Setelah 2001, ketika Brasilia mengumumkan larangan pembalakan liar mahoni daun-besar, Peru muncul sebagai salah satu pemasok ter­besar di dunia.

Perburuan “emas merah”, begitulah mahoni kerap disebut, menyebabkan sejumlah daerah aliran sungai Peru—seperti Alto Tamaya, kampung halaman sekelompok Indian Ashéninka—ke­hilangan sebagian besar pohonnya yang ber­harga.

Per­tahanan terakhir mahoni, serta pohon cedar spanyol, kini hampir semuanya hanya dapat di­temu­kan di lahan orang Indian, taman nasional, dan daerah penampungan yang diperuntukkan guna melindungi suku-suku terpencil. Akibatnya, para pembalak sekarang mem­bidik raksasa kanopi lainnya yang jarang kita dengar—copaiba, ishpingo, shihuahuaco, capirona—yang masuk ke rumah-rumah dalam bentuk perabotan kamar tidur, lemari, lantai, dan lantai teras.

Jenis pohon ini tidak terlalu ketat dilindungi seperti mahoni, namun pe­pohonan tersebut kerap jauh lebih penting bagi ekosistem hutan. Saat pembalak beralih dari satu spesies ke spesies lainnya, mereka menebang lebih banyak pohon untuk menutupi pendapatannya yang semakin menyusut, sehingga mengancam habitat yang penting itu.

Primata, burung, dan amfibi yang menjadikan pepohonan sebagai rumahnya pun menghadapi risiko yang terus meningkat. Suku asli tercabik-cabik, antara yang mendukung pelestarian dan yang mencari durian runtuh. Beberapa suku yang paling terpencil di dunia pun berhamburan menyelamatkan diri dari raungan gergaji dan kecelakaan mengerikan akibat tumbangnya pepohonan raksasa.

Tidak jauh dari tenggara Alto Tamaya, terdapat kawasan lindung seluas 38.850 kilometer persegi yang dikenal sebagai Kompleks Konservasi Purús. Tempat itu dipenuhi pepohonan raksasa, tumbuh dari lantai hutan sekian abad yang lalu.

Daerah ini mencakup mata air Sungai Purús dan Yurúa, serta sejumlah suku yang hidup dalam keterpencilan ekstrem di perbukitan. Para pembalak liar menggunakan per­mukiman Indian di sekitarnya sebagai pintu masuk ke daerah yang dilindungi.

0 comments:

Post a Comment