English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Doughlas Purba

Presiden Berlebihan Tanggapi Demo, Pengalihan Isu?

Written By Unknown on Sunday, 31 March 2013 | 14:12:00



Presiden Berlebihan Tanggapi Demo, Pengalihan Isu?

Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono
JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad Wibowo mengatakan, pemerintah telah berlebihan menyikapi aksi unjuk rasa yang dikabarkan berujung pada upaya kudeta.
"Bobot politik demo hari ini amat sangat terlalu dilebih-lebihkan. Sayangnya, justru para pejabat pemerintah sendiri yang melebih-lebihkannya. Akibatnya muncul kegaduhan politik yang tidak perlu," ujar Dradjad di Jakarta, Senin (25/3/2013) pagi.
Padahal, lanjutnya, justru Presiden yang berkali-kali mengingatkan supaya tidak ada kegaduhan politik. Dradjad mengatakan, kemungkinan terjadinya kudeta sangat jauh untuk dilakukan.
"Jika dipikir dengan jernih, peluang kudeta di Indonesia saat ini insya Allah nol persen. Mana mungkin kudeta tanpa pasukan terlatih dan senjata? Sebagai pimpinan parpol, saya banyak berkomunikasi dengan teman-teman aparat, baik TNI maupun Polri. Tidak pernah sekali pun muncul wacana itu pada level apa pun," kata Dradjad.
Menurut Dradjad, keguncangan politik baru akan terjadi jika demo menuntut SBY-Boediono mundur itu dihadiri lebih dari 100.000 orang dan bertahan lebih dari lima hari. Dradjad melihat parpol, gerakan politik, ataupun serikat buruh saat ini tidak ada yang mampu menggalang massa sebesar itu selama lima hari.
"Nah dari sisi konstitusi, secara konstitusional pun sangat sulit menggulingkan SBY-Boediono. Jadi, kegaduhan politik ini disulut oleh beberapa pejabat pemerintah sendiri, lebay dan percuma," ucap Dradjad.
Lalu, apa maksud pemerintah yang memberikan sinyal adanya upaya gonjang-ganjing menuntut pemerintah mundur pada tanggal 25 Maret ini? "Bisa saja sekadar reaksi yang berlebihan terhadap rencana demo yang biasa-biasa saja, atau bisa juga sebuah pengalihan isu atau pencitraan yang didesain dari awal. Wallahu a'lam, saya tidak mau membuang pikiran dan energi berspekulasi," kata Dradjad.
Beberapa waktu lalu, Presiden SBY mengundang mantan Komandan Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Prabowo Subianto, dan tujuh jenderal TNI lainnya. Semua tamu SBY itu sepakat mengatakan akan mendukung pemerintahan hingga akhir masa pemerintahannya tanpa ada gonjang-ganjing politik.
Presiden juga sempat meminta kepada para elite politik dan kelompok-kelompok tertentu agar jangan keluar jalur demokrasi. Presiden pun meminta kepada mereka agar jangan ada upaya untuk membuat pemerintahan terguncang.
"Saya hanya berharap kepada para elite politik dan kelompok-kelompok tertentu tetaplah berada dalam koridor demokrasi. Itu sah. Tetapi kalau lebih dari itu, apalagi kalau lebih dari sebuah rencana untuk membuat gonjang-ganjingnya negara kita, untuk membuat pemerintah tidak bisa bekerja, saya khawatir ini justru akan menyusahkan rakyat kita," kata Presiden.
Seperti diberitakan, Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI) tetap akan memulai aksi pada Senin(25/3/2013). MKRI akan melakukan aksi serentak di 25 provinsi. Untuk di Jakarta, aksi akan dilakukan di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Jalan Diponegoro, Jakarta, pukul 11.00 WIB. Aksi ini merupakan deklarasi gerakan MKRI yang dipimpin Ratna Sarumpaet. Tujuan mereka adalah menggulingkan pemerintahan SBY-Boediono sebelum Pemilu 2014.
Setelah itu, mereka akan membentuk pemerintahan transisi dengan menunjuk tokoh-tokoh tertentu untuk menjalankan pemerintahan sementara. Selama transisi, mereka akan mengubah peraturan perundang-undangan hingga menyiapkan pemilu. Akhirnya, terbentuk pemerintahan baru. Setelah deklarasi pada Senin ini, mereka menyebut akan menyosialisasikan gerakan tersebut ke masyarakat.

0 comments:

Post a Comment